Contoh Skripsi Bahasa Indonesia BAB II Bagian 7

mengental. Melalui perenungan yang dalam, muncul pertanyaan-pertanyaan besar, seperi dimana Tuhan bertahta, bagaimana manusia dapat bertemu dengan Tuhannya, apa yang dimaksud dengan surga dan neraka jika itu ada, dimana letaknya, hal-hal ini semua yang mendorong Pakde Narto untuk belajar kepada beberapa guru. Akan tetapi jawaban yang diperoleh beliau tidak ada yang dapat memuaskan  bahkan mengecewakannya. Beliau kemudian berjanji dalam hati untuk tidak berguru lagi dan akan memohon langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pakde Narto menyadari bahwa laku yang benar hanyalah sih pepadang Allah yang senyatanya Maha Murah, Maha Asih, Maha Adil. Beliau yakin akan diberi petunjuk asal memohon dengan sungguh-sungguh. Pada suatu hari, tepatnya hari Ahad Pon, 14 Februari 1932, kira-kira pukul setengah enam sore, ketika beliau sedang duduk-duduk seorang diri di serambi Pondok Widuran Sala. Pertanyaan-pertanyaan yang selalu menjadi pemikiran beliau, kini timbul kembali. Pakde Narto kemudian memohon kepada Tuhan agar diberi sih pepadang-Nya. Setelah memohon dengan khusuk lalu dilanjutkan dengan shalat daim, dengan tidak terduga-duga, Pakde Narto menerima Sabda Ilahi yang pertama dalam hati sanubari yang suci seakan-akan menjawab pertanyaan beliau, sebagai berikut :

“Ketahuilah, yang dinamakan ilmu sejati ialah petunjuk yang nyata, yaitu petunjuk yang menunjukkan jalan benar, jalan yang sampai pada asal mula hidup”.[10]


Ketika Pakde Narto menerima sabda tersebut, beliau merasa bagaikan disiram air dingin dan badan merasa bergetar lalu disusul dengan perasaan takut. Dengan termangu-mangu Pakde Narto bertanya dalam hati

“Siapakah gerangan yang bersabda itu tadi?”.[11]

[10]Dr. H. Hasan Mustafa, Profil Paguyuban Ngestu Tunggal,Op cit, p. 34
[11]Jawaban dari Pakde Narto setelah menerima sabda yang pertama, Ibid, p. 34

Kalau ada uneg-uneg jangan sungkan-sungkan untuk menuliskan di form komentar.

Lebih baru Lebih lama