BAB IV
KODIFIKASI HADITS ATAU TADWIN
A. Permulaan Pembukuan Hadits (abad ke 2)
Pembukuan dimulai pada masa kholifah Umar bin Abdul Aziz , melalui instruksi Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hasyim(gubernur Madinah).Dari semua itu motif utama kholifah Umar bin Abdul Aziz berinisiatif membukukan hadits:
- Beliau khawatir hadits akan hilang dan lenyapnya Al-Hadits dari perbendaharaan masyarakat , disebabkan didewankannya dalam dewan hadits.
- Kemauan beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara hadits dari hadits maudhu’ yang di buat orang-orang untuk mempertahankan ideologi golonganya.
- Alasan tidak terdewankan hadits secara resmi dan khulafaur Rosyidin, karena khawatir bercampur dengan Al-Qur’an yang telah hilang disebabkan Al-Qur’an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata ke seluruh pelosok.
- Beliau khawatir hilangnya hadits karena disebabkan banyaknya ulama hadits yang wafat atau meninggal di medan perang.
B. Para Pentadwin Hadits dari ciri-ciri kitab hadits pada Abad ke 2
Diantara para ulama setelah Az-Zuri ada ulama ahli hadits berhasil menyusun kitab tadwin yaitu Malik bin Anas( 93 -179) di Madinah dengan kitab hasil karyanya bernama Al-Muwaththo.Selesai disusun pada tahun 143 H dan para ulama menilanya sebagai kitab tadwin yang pertama .Selain itu adalah imam Syafi’i dengan karyanya Musnadu’sy Syafi’i dan Mukhtalifal Hadits.
Mereka terdorong keras untuk mengumpulkan hadits walaupun mereka belum sempat menyelesaikan apakah yang mereka dewankan semata untuk hadits Nabi .Dengan demikian ulama abad ke 2 masih bercampur aduk antara hadits Rosul dengan takwa sahabat dan tabi’in , sehingga belum diseleksi antara hadits yang marfu’, maukuf, magtu’ dan diantara hadits yang shahih , hasan dan dho’if.
C. Periode Penyaringan dan Pentashihan Hadits Abad ke 3
1. Masa Penyaringan Hadits
Para ulama abad takwa sahabat dan tabi’in walaupun mereka telah disisihkan ia masih mempunyai kelemahan yakni belum memisahkan antara hadits yang shahih ,hasan,dan dhoif termasuk hadits maudhu’ yang diselundupkan oleh orang yang hendak menodai agama Asat Ibnu Musa Al –Amawy, Nu’aimin Ibnu Hammad Al –Khoza’y ,Ahmad Ibnu Hambal , Ishaq Ibnu Rawahaih dan Usman Abi Syaibah.
Hadits diatas bertentangan, disatu pihak melarang penulisan hadits di pihak lain mengijinkan maka para ulama mengkompromikannya: Bahwa larangan menulis hadits itu bersifat umum, sedang pengijinan penulisannya bersifat khusus bagi orang yang mempunyai keahlian tulis menulis hingga terjaga dari kekeliruan seperti Abdullah bin Amr bin Ash. Bahwa larangan menulis hadits ditunjukkan kepada orang yang lebih kuat hafalannya daripada menulisnya, sedangkan pengijinannya menulis diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya seperti Abu Shah.
2. Masa Pentashihan Hadits
Untuk mengatasi kelemahan kitab-kitab hadits yang disusun abad ke –III, kaidah-kaidah dan syarat-syarat : Untuk menentukan suatu hadits itu shahih atau doif .Para rawi tidak luput menjadi sasaran penelitian mereka,uluma yang memisahkan hadits-hadits yang shahih dan yang tidak adalah Ishaq Ibnu Rawahaih kemudian disempurnakan oleh Al-Imam Al Bukhori yang dikenal dengan nama Al Jami’u Shahih.Dan menurut sebagian ulama dari Khutubus Syittah tersebut bisa diurutkan berdasarkan urutan kwalitasnya adalah :
1. Al Jami’as Shahih susunan Al Bukhori
2. Al Jami’as Shahih susunan Al Muslim
3. As Sunan Abu Daud
4. As Sunan At Turmudzi
5. As Sunan An Nasai
6. As Sunan Ibnu Majah
Mereka membuat kaidah-kaidah bagi menshahihkan hadits dan kaidah-kaidah untuk mendoifkanya . Ia juga menetapkan dasar-dasar yang harus dipegang untuk menentukan hadits maudhu’.Dengan kata lain mereka melahirakan ilmu Mustholah Hadits,ilmu yang menetapkan kaidah-kaidah ilmiah untuk menshahihkan khobar dan kaidah-kaidah untuk mengkritik,mengkoreksi khobar dan riwayat.Ke bagian 5